Tugas softskill,
PEREKONOMIAN
INDONESIA DI MASA ORDE LAMA DAN BARU, DAN REFORMASI
LATAR BELAKANG
Sudah
hampir 67 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan Negara luar. Akan tetapi
masih saja kondisi perekonomian kita tetap tidak juga membaik. Masih dirasakannya
kemiskinan dimana mana, dan pengangguran pun masih terbilang amat tinggi, serta
pendapatan perkapita yang masih rendah.
Untuk
mengatasi perekonomian tersebut perlu kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia
di masa lalu, dan bagaimana cara mengatasinya dan kebijakan-kebijakan ekonomi
apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi
permasalah ekonomi yang ada. Sistem perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3
yaitu Pemerintahan pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi.
1.
PEMERINTAHAN PADA MASA ORDE
LAMA
Pemerintahan
pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu
a. Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat
buruk, yang antara lain disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi, hal ini
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank ,mata uang
pemerintah Hindia Belanda,dan mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret
1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands
East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah
yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan
uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blockade ekonomi
oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar
negeri RI.
3. Kas Negara kosong
4. Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh
menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras
ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan
Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa
padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada
Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus
blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan
untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalah ekonomi yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya
menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu
dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan
kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi
dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi.
Pada kabinet ini untuk
pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana
Urgensi Perekonomian (RUP)
2. Nasionalisasi De Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan
fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman)
3. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I)
yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara
pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan
lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan
baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan
alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. (Kabinet ini sangat
melindungi importer pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian dari
struktur colonial menjadi nasional)
4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi
Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.(Kabinet
Burnahudin)
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959,
maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi
Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama
dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959
menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp
50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk
mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam
pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965
menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru
mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang
rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah
untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
2.
PEMERINTAHAN MASA
ORDE BARU
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan
pemerintahannya tidak terlalu melakukan perubahan begitu banyak. Dikarenakan pada masa itu
pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung
terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali
melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Prioritas yang dilakukan
adalah pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing
mulai masuk sehingga industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan
awal 1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde
Baru mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tidak membuat rakyatnya bebas dari kemiskinan dikarenakan pertumbuhan
ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang saja
Akhir 1970-an, proses pembangunan
di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam
proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan
pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan
1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan
mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi
tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi
pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan
sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian
sebagai berikut :
a. Program stabilisasi jangka pendek atau
kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai
tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal
ini pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan
memotong atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan
uang ketat) demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang
realistik (terutama melalui devaluasi September 1986).
b. Kebijakan struktural demi peningkatan output
melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi
distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan
perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus
monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah
mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c. Kebijakan peningkatan kapasitas produktif
ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan
pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui
reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi
insentif dan melonggarkan pembatasan.
d. Kebijakan menciptakan lingkungan legal
yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan
hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan
peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang
memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan
tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus
meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak,
produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang
Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar Hutang inilah sebagai salah
satu faktor penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh. Pemerintahan Orde Baru
membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak
sebagai berikut:
- Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.
- Barang – barang impor (berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.
- Pembangunan tidak didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha – pengusaha Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.
3.
PEMERINTAHAN
ORDE REFORMASI
Pemerintahan
presiden BJ.Habibie yang mengawali
masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik.
Pada masa kepemimpinan presiden
Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah
yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan
kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
SUMBER :
Buku Perekonomian
Indonesia
KESIMPULAN :
Perekonomian Indonesia sejak pemerintahan masa orde lama hingga
masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih
jatuh bangun. Hal itu dapat dilihat dari :
1.
Kemiskinan yang masih ada
2. Pengangguran
tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah angkatan kerja
3. Maraknya para
koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia termasuk dalam 5
terbesar Negara terkorup didunia)
4. Masih terjadi
kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya
5. Nilai rupiah
masih sekitar Rp 9.000-Rp 10.000
6. Masih memiliki
hutang ke luar negeri
7. Bahkan rencana di
tahun 2012 ini BBm akan naik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar